LABORATURIUM PEMBIAKAN TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA :VIANDRA EDO B.P
NIM :111510501075
GOL/ KELOMPOK :SELASA / 2
ANGGOTA :
1.SITI HAJAR (111510501070)
2.ALFIAH (111510501077)
3.DIMAS H. (111510501093)
4.WAHYU ERNANDA (111510501095)
ACARA :
KULTUR JARINGAN
TANGGALPRAKTIKUM : 2 APRIL 2012
TANGGALPENYERAHAN :
17
APRIL 2012
ASISTEN : 1. DEDI
EKO S
2. FRENGKI HERMAWAN P.
3. MEIDA WULANDARI
4. NOVITA FRIDA S.
5. HAIKAL WAHONO
6. IFTITAH FIKA
7. AHMAD NUR
8. AHMAD TAUFIQUL
9. DYAH AYU S
10. FIKA AYU S
11. HERLIA PUTRI
12.RAAFLUQMAN SYAH
13.KIKI ULFANIAH
BAB
1.PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kultur
jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari
teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Sterilisasi adalah bahwa segala
kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di
laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara
merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan
juga harus steril.
Sterilisasi adalah
bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang
steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Autoklaf yang dapat digunakan ada
bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang Programable. Autoklaf yang
sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan kedalam
autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api bunsen. Dengan
autoklaf sederhana ini tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari
api. Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas
selama masa sterilisasi dilakukan secara manual. Tetapi autoklaf ini mempunyai
keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran
listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang
berkembang, serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.
Media dan Aquades Media dan aquadest yang akan digunakan dalam kultur jaringan
(kuljar) juga disterilisasikan dalam autoklaf. Untuk aquadest sebaiknya
dimasukkan dalam wadah kecil misalnya Erlenmeyer 250 ml dengan isi maksimum 100
ml, agar sterilisasi lebih efektif. Waktu sterilisasi sama dengan waktu untuk
sterilisasi alat-alat yaitu 1 jam dengan
temperature 121°C pada tekanan 17,5 psi (pounds per square inch).
Untuk media kultur jaringan (kuljar) yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121°C, tekanan antara 15-17.5 psi dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Untuk 15 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 75ml, sterilisasi dilakukan tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Volume yang lebih besar membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, maka mengakibatkan cairan didalamnya mendidih dan meluap (Bubbled up).
Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah kultur jaringan biasanya disterilisasi dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160°C.
Untuk media kultur jaringan (kuljar) yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121°C, tekanan antara 15-17.5 psi dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Untuk 15 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 75ml, sterilisasi dilakukan tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Volume yang lebih besar membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, maka mengakibatkan cairan didalamnya mendidih dan meluap (Bubbled up).
Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah kultur jaringan biasanya disterilisasi dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160°C.
1.1
Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril.
Media merupakan faktor
penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang
digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur
yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber
vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa
organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat:
agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu
untuk tanaman.
Unsur hara makro dan
mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa
diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White,
dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang
banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6
(pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam
amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine,
asparagin, glutanin, alanin, dan threonin.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah
suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang,
menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur
jaringan ZPT penting: sitokinin
(Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T,
Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin
mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai
untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan
sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan
sitokinin digunakan juga giberelin (menginduksi pemanjangan tunas dan
perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat
pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
Senyawa organik sering
ditambahkan ke dalam media sebagai sumber pembentuk asam amino dan vitamin.
Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah air kelapa, ekstrak ragi,
ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan dari
senyawa-senyawa yang merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik
pada tanaman umumnya), glukosa, fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif
berfungsi untuk mengarbsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang
pertumbuhan akar.
Selain
ditambahkan oleh senyawa-senyawa tersebut, media yang baik harus selalu berada
dalam PH yang optimal yaitu 5,5-5,8. selain itu, harus dibuat dalam tempat yang
steril. Autoclave sering dipakai untuk sterilisasi dalam pembuatan media kultur
jaringan.
1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan tumbuhan adalah suatu teknik menumbuhkansel/jaringan/
organ dari suatu tumbuhan ke dalam medium dalam kondisi aseptissecara
in vitro. Selain kondisi aseptis, ketersediaan medium yang optimal dan
sesuai juga merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan teknik
kultur jaringan tumbuhan.Kesuksesan kegiatan kultur jaringan tanaman akan
sangat ditentukan oleh pillihan media yang digunakan. Secara umum kebutuhan
nutrisi kebanyakan tanaman sama,yakni memerlukan hara makro dan mikro,
vitamin-vitamin, karbohidrat, asam aminodan N-organik, zat pengatur tumbuh, zat
pemadat dan terkadang pula ada beberapa penambahan nutrisi untuk
tanaman berupa bahan
seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik maupun
arang aktif.
Kebutuhan tanaman
akan berbeda dalam hal komposisi dan jumlah yang diperlukan.Salah
satu medium yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah Murashige and Skoog (MS) Medium.
Sesuai dengan namanya, medium inidikembangkan oleh Murashige dan Skoog. Medium
ini digunakan secaraluasuntuk kultivasi kalus. Keistimewaan medium ini yaitu kandungan nitrat,kalium danamoniumnya
sangat tinggi.Jumlah unsur-unsur hara anorganik yang terdapat pada medium ini
layak untuk dapat menumbuhkan banyak jenis sel tanaman dalam kultur.
Eksplan adalah bagian dari tumbuhan berupa sel,
jaringan atau organ
yang bisa digunakan untuk ditumbuhkan secara in vitro (Indrianto, 2002). Dalammengembangkan
eksplan tersebut, eksplan harus berada dalam keadaan steril
danterkontrol, terutama nutriennya. Salah satu cara yang sering digunakan untuk membuat
suatu eksplan yang baik adalah melalui perkecambahan biji secara in
vitro.Prosesnya dibagi menjadi 4 tahap yaitu, imbibisi, pengaktifan enzim, keluarnyaradikula
dan pertumbuhan biji (Indrianto,2002). Perkecambahan biji secara in vitro merupakan suatu proses mengecambahkan biji pada medium yang
steril. Biji dari suatu tanaman-tanaman
yang dikulturkan secara in vitro dapat mengalami
diferensiasi dan pertumbuhan sempurna tanaman.Akan tetapi, kondisi
yang dibutuhkan untuk tiapspesies tanaman beragam dan harus dipastikan dengan
percobaan (trial and error ).Umumnya
kondisi yang diperlukan, yaitu steril dan kandungan nutrien
tercukupi.Sehingga perlu dipelajari suatu teknik kultur perkecambahan biji
secara in vitro.Kalus merupakan suatu massa hasil proliferasi sel-sel in vitro
yang tidak terorganisir. Pada mulanya terbentuknya kalus ini sebagai
respon terhadap perlukaan (wounding). Selain dari bekas luka, kalus juga bisa
berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berpoliferasi.
Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan
dari bagian-bagian semai atau yang biasa disebut dengan seedling yang dikecambahkan secara in vitro.Tujuan dari kultur kalus yaitu untuk mendapatkan produk yang berupa kalus dari suatu eksplan yang dapat ditumbuhkan secara berkelanjutan
(terus-menerus )
sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme dan diferensiasi.
Selain
itu, aspek tentang nutrisi, morfogenesis sel,variasi somaklonal, transformasi
genetik serta produksi metabolit sekunder juga merupakan beberapa manfaat
dari hasil kultur kalus. Setelah kalus terbentuk, maka untuk dapat menjadi
tanaman utuh, kalus perlu diinduksi melalui proses morfogenesis. Proses
morfogenesis melalui dua tahap, yaitu adalah organogenesis dan embriogenesis.
Organogenesis merupakan salah satu proses selain embriogenesis yang terjadi
dalam morfogenesis.Embriogenesis somatik merupakan proses induksi embrio dari
sel-sel somatik baik yang bersifat haploid maupun diploid untuk dapat
berkembang dan berdiferensiasi menjadi tanaman utuh.
1.2 Tujuan
1.Mengetahui kondisi steril pada semua komponen pekerjaan kultur jaringan.
2.Mengetahui sterilisasi alat ,media,bahan tanam dan lingkungan yang
steril atau aseptik.
3.Mempelajari cara pembuatan media dengan baik
dan benar.
4.Mengenal perbedaan bermacam-macam media
kultur jaringan.
5.Mengetahui salah satu organ tanaman mampu
beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
6.Mengenal berbagai macam organ tanaman dalam
berdeferensiasi dan menghasilkan kalus.
BAB
2.TINJAUAN PUSTAKA
Kultur
jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril,
ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan
dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak
diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap (Indrianto,2002).
Kultur jaringan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan
tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi in vitro
(didalam gelas). Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan
yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau
material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat
dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia,
karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa
setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri
dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme
multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena
berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Harianto,2009).
Kultur jaringan dalam baha asing
disebut sebagai tissue culture (Pramono,2007). Kultur adalah budidaya dan
jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama.
jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan (Tissue Culture)
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan
merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan
adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan
untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit
dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan
induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas,
mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,
kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat
dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Widianti,2003).
Sebelum melakukan kultur jaringan
untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan
induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di
rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat
tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara
in-vitro (Andini,2001).
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yaitu sebagai berikut yang
dimulai dari Pembuatan media, Inisiasi, Sterilisasi,Multiplikasi,Pengakaran,Aklimatisasi
(Harianto,2009).
Keberhasilan pelaksanaan kultur
jaringan antara lain ditentukan oleh pengunaan komposisi media yang sesuai.
Sejumlah laporan telah menunjukkan bahwa setiap genotip (varietas) membutuhkan
komposisi media tertentu guna mendukung pertumbuhan eksplan yang optimal
(Takumi dan Shimada, 1997; Iser et al., 1999; Basri, 2003). Selanjutnya,
yang perlu diperhatikan adalah komposisi media yaitu kebutuhan zat pengatur
tumbuh khususnya kombinasi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan.
Terdapat dua kelompok zat pengatur tumbuh yang sering digunakan yaitu kelompok
auksin seperti Indoleacetic acid (IAA) dan naphthaleneacetic acid (NAA)
sedangkan kelompok sitokinin misalnya kinetin dan benzylamino purine (BAP).
Penggunaan auksin (IAA dan NAA) dan sitokinin (BAP dan kinetin) pada konsentrasi
yang tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan, terutama pembentukan daun, tunas
dan ruas (Gunawan, 1988; Wardiyati, 1998; Cameiro et al., 1999).
Di samping sitokinin, penggunaan thidiazuron dapat
pula mempengaruhi penggandaan tunas aksilar. Telah banyak dilaporkan bahwa
thidiazuron mempunyai aktivitas yang menyerupai sitokinin Nielsen et al.
(1993). Lu (1993) menyatakan bahwa senyawa tersebut dapat menginduksi
pembentukan tunas adventif dan proliferasi tunas aksilar. Pada tanaman hias
antara lain Azalea, thidiazuron dapat meningkatkan proses proliferasi tunas.
Demikian pula Sinaga et al. (1996) menggunakan thidiazuron untuk
perbanyakan cepat tanaman Pisum sativum. Diduga, thidiazuron mendorong
terjadinya perubahan sitokinin ribonukleotida menjadi ribonukleosida yang
secara biologis lebih aktif (Capella et al. dalam Lu 1993).
Dari sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam
teknik kultur jaringan, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog) mengandung
jumlah hara organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel
tanaman dalam kultur (Gunawan, 1990). Media MS merupakan media
dasar yang umumnya digunakan untuk perbanyakan sejumlah besar spesies tanaman.
Media dasar tersebut kaya akan mineral yang merangsang terjadinya
organogenesis. Demikian pula untuk perbanyakan berbagai tanaman obat (Mariska
dan Lestari 1995) dan tanaman hias (Been-Jaacov dan Langhans 1972; Nandang
1993) media dasar MS memberikan hasil yang baik. Walaupun demikian, pada
beberapa spesies tanaman pemakaian media dengan kandungan garam mineral yang
kaya dapat menghambat pertumbuhan kultur. Modifikasi kadar makro dan mikro
dapat lebih menguntungkan.
Tunas mikro yang dikulturkan pada media yang diperkaya
dengan NAA juga membentuk akar liar. Akar ini tumbuh menyebar pada batang tunas
mikro. Semakin tinggi konsentrasi NAA, jumlah akar liar yang terbentuk semakin
banyak karena auksin memacu perkembangan akar liar (Salisbury dan Ross, 1995). Pemberian konsentrasi NAA yang tinggi
menghambat tumbuhnya akar secara nyata. Konsentrasi NAA yang lebih tinggi dari
1 ppm menyebabkan eksplan membentuk akar dalam waktu yang lebih lama.
Sehubungan dengan pertumbuhan akar, Pierik (1987) menyatakan bahwa pemberian
auksin dalam konsentrasi tertentu, baik diberikan secara sendiri atau dalam bentuk
kombinasi dengan sitokinin dapat merangsang pembentukan akar adventif dari
jaringan tanaman. Pada umumnya auksin berpengaruh meningkatkan pemanjangan sel,
pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin dalam konsentrasi rendah
menyebabkan induksi akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan
menekan morfogenesis. Salisbury dan
Ross (1995) menyatakan, sel umumnya mengandung auksin cukup atau hampir cukup
untuk memanjang secara normal. Menurut Delvin (1975) dalam Abidin (1985)
pemberian konsentrasi auksin yang relatif tinggi menyebabkan terhambatnya
perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah akar. Auksin dalam konsentrasi yang tepat
sangat berperan aktif dalam proses diferensiasi sel, namun pada taraf yang
melebihi konsentrasi optimum dapat bersifat racun (Wareing dan Phillips, 1970 dalam
Priyono, 1993).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman adalah asupan bahan organik dan anorganik pada konsentrasi
yang optimal. Pupuk kandang diperlukan untuk perkembangan pembentukan rimpang
sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menyokong pertumbuhan vegetatif,
produksi rimpang dan mutu (Susilawati dan Sudiarto, 1991). Penyerapan unsur N,
P dan K ke dalam akar akan diangkut melalui xilem menuju tajuk sebagai hasil
fotosintat sehingga pertumbuhan lebar daun meningkat. Asimilat termasuk
fotosintat akan bergerak melalui floem (batang) sehingga lingkar batang akan
berkembang (Salisbury dan Ross, 1992). Hasil yang sama akibat pemberian pupuk
juga ditunjukkan pada penelitian jahe hasil kultur jaringan, yakni pemupukan dengan
pupuk kandang kambing berpengaruh menghasilkan lingkar batang yang lebih besar
(Hobir et al., 1998). Hasil yang sama akibat pemberian pupuk juga ditunjukkan
pada penelitian jahe hasil kultur jaringan, yakni pemupukan dengan pupuk
kandang kambing berpengaruh menghasilkan lingkar batang yang lebih besar (Hobir
et al., 1998).
Masalah
yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau
penghitaman bagian eksplan (browning) (Indianto,2002). Fitriani (2003) mendapatkan bahwa warna
coklat kalus menandakan sintesis senyawa fenolik. Dalam penelitian ini, sel
mengalami cekaman luka pada jaringan, selain cekaman dari medium. Vickery &
Vickery (1980) menyatakan bahwa sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman
atau gangguan pada sel tanaman.
Senyawa
fenol sangat toksik bagi tanaman dan dapat menghambat pertumbuhan. Untuk
mencegah timbulnya warna coklat (browning) pada luka bekas potongan tersebut
dapat dilakukan dengan cara yaitu menggunakan Polivinylpyrrolidone (PVP) yang
cukup efektif mampu menyerap senyawa toksik dosis 1 ppm (Widiastoety, 2001).
Perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu pembentukan
tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embryogenesis somatik.
Penelitian perbanyakan tanaman cendana melalui proliferasi tunas telah
dilakukan oleh Kamil dan Umboh (1990). Di masa mendatang, perbanyakan klonal
melalui embriogenesis somatik untuk produksi benih sintetis tanaman kehutanan
akan lebih banyak mendapat perhatian dibandingkan cara lainnya (Attree et al. 1990).
Embriogenesis
somatik merupakan suatu proses di mana sel-sel somatik (baik haploid maupun
diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahapan perkembangan embrio
yang spesifik tanpa melalui fusi gamet (Williams dan Maheswara 1986).
Regenerasi melalui embriogenesis somatik memberikan banyak keuntungan, antara
lain: (1) waktu perbanyakan lebih cepat; (2) pencapaian hasil dalam mendukung program
perbaikan tanaman lebih cepat; dan (3) jumlah bibit yang dihasilkan tidak
terbatas jumlahnya (Mariska 1996). Di samping itu, dengan strukturnya yang
bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai embrio zigotik maka perbanyakan
melalui pembentukan embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan
tunas adventif yang unipolar. Embriogenesis somatik pada tanaman kehutanan mempunyai
beberapa tahapan perkembangan yang spesifik, seperti induksi kalus embriogenik
atau embrio somatic ,pemeliharaan,pendewasaan, perkecambahan, dan aklimatisasi
(Lelu et al. 1993). Pembentukan
embrio somatik secara langsung lebih disukai karena dapat menekan masalah sulitnya
pembentukan benih somatik pada tahap perkecambahan (Rai dan McComb 2002).
Keberhasilan
regenerasi melalui embryogenesis somatik dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain formulasi media yang berbeda pada setiap tahap perkembangan embrio
somatik serta jenis eksplan yang digunakan.
Sebagai
eksplan umumnya digunakan jaringan atau organ yang bersifat embriogenik seperti
embrio zigotik, kotiledon, mata tunas, dan hipo/epikotil. Kandungan garam-garam
anorganik yang tinggi dalam media MS serta adanya vitamin dan sukrosa cukup
memadai untuk mendukung proses pembentukan dan perkembangan sel-sel somatik
dari embrio zigotik menjadi embrio somatik. Pengenceran media MS sebagai media
perkecambahan dilakukan pula oleh Rai dan McComb (2002) pada tanaman cendana,
serta Rout et al. (1995) pada
tanaman Acacia catechu.
Tremblay (1990) melakukan pengenceran garam makro media Schenk dan Hilderbrandt
sampai seperempatnya. Menurut Rout et
al. (1995), pengenceran media pada tahap perkecambahan dimaksudkan untuk
menghindari pengkalusan kembali pada dasar tunas atau struktur embrio somatik.
Kelebihan
teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sangat
sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional, dalam waktu singkat dapat
menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya tidak membutuhkan
tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bibit
yang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi genetik dan biaya
pengangkutan bibit lebih murah. Sedangkan kelemahannya adalah dibutuhkannya
biaya yang relatif lebih besar untuk pengadaan laboratorium, dibutuhkan
keahlian khusus untuk mengerjakannya dan tanaman yang dihasilkan berukuran
kecil dengan kondisi aseptik, terbiasa dilingkungan hidup dengan kelembaban
tinggi dan relatif stabil sehingga perlu perlakuaan khusus setelah aklimatisasi
dan perlu penyesuaian lagi untuk kelingkungan eksternal (Pramono,2007).
Dalam
proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet
merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi
bibit secara masal (Widianti,2003). Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro
dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik,
atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi.
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar
botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus
menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur
jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke
kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap
ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah
plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim
mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi
daripada kondisi dalam botol (Andini,2001). Planlet atau tunas mikro lebih
bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban
sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi
berkecukupan.
Disamping
itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti
bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak
berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata
sebagai mana mestinya. Struktur mesofil akan berubah, dan aktifitas
fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau
tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl
secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan
ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau
tunas mikro perlu diaklimatisasikan (Pramono,2007).
BAB
3.METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari dan tanggal selasa,3 April 2012 pukul 14.00 WIB di Laboratorium
Pembiakan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
3.2 Bahan
dan Alat
3.2.1
Bahan
1. Bahan media
2. Biji jagung dan lain lain
3. Bahan media kultur
4. Daun kakao dan zygot jagung
5. Bahan kultur organ tanaman
3.2.2 Alat
1. Pinset
2. Gunting
3. Scalpet
4. Jarum ose
5. Petridish
6. Botol kultur dan gelas
7. Autoklaf
8. Shaker/Alat pengocok
9. Oven
10. Laminer
air flow
11. Kotak
entkas
12. Timbangan
analitis
13. Alay
pengukur Ph
14. Erlenmeyer
15. Gelas
ukur
16. Beaker
glass
17. Tabung
reaksi
18. Thermometer
3.3 Cara Kerja
3.3.1
Teknik
Aseptik dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Ø
Sterilisasi
Peralatan
1.Mencuci semua peralatan yang digunakan
dalam kultur in vitro dengan detergen dan membilas sampai bersih.
2.Menggunakan
aquades sebagai pembilasan terakhir.
3.Mengering
anginkan di oven selama 4 jam dengan temperature 160°C.
4.Membungkus
peralatan pinset,gunting,scalpel,jarum ose,petridish,dll sebelum di oven dengan
kertas coklat/koran.
5.Memasukkan
langsung peralatan botol kultur dan gelas lain pada oven.
6.Menggunakan
semua peralatan setelah sterilisasi selesai dengan harapan dapat menekan
kontaminasi.
Ø
Sterilisasi
Media
1.Menpergunakan
media tanam yang steril pada kultur in vitro sebagai upaya menghindari
kontaminasi selama kultur.
2.Menggunakan
teknik sterilisasi basah dengan autoclave.
3.Memasukkan
yang telah dibuat ke dalam botol kultur dan menutup dengan kertas aluminium
foil.
4.Melakukan sterilisasi selama
20-30 mmenit pada temperatur 121°C dengan tekanan 17,5 psi.
Ø
Sterilisasi
Bahan Tanam
1.Menggunakan
bahan tanam seperti yang bersal dari lapang,rumah kaca dan dari kultur yang
sudah steril.
2.Meneliti dengan
cermat bahwa sanya eksplan dari lapang mempunyai tingkat kontaminasi lebih
tinggi dibandingkan yang berasal dari rumah kaca.
3.Membuat
eksplan tersbut berupa potongan tunas muda,batang,daun,akar,umbi,rimpang,dan
lain-lain.
4.Meneliti
dengan cermat dikarenakan dari cara sterilisasi eksplan yang akan ditanam berbeda-beda tergantung
dari jenis tanaman,bagian tanaman yang akan digunakan.
5.Melakukan
teknik sterilisasi dengan cara sebagai berikut :
-Mencuci bersihdengan air mengalir.
-Menggojog dengan pestisida/fungisida.
-Merendam dengan bahan kimia tertentu/antiseptic di laminar air flow.
-Membilas dengan air steril dan
menanamnya.
Ø
Contoh Sterilisasi Embrio Jagung Muda :
1.Menyiapkan biji jagung muda.
2.Menggojog biji jagung
dalam larutan Dithane 45 2g/l selama 30 menit kemudian membilas dengan air steril di dalam laminar.
3.Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam larutan Clorox 20% dan
menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit kemudian membilas dengan air steril
tiga kali,mengulangi lagi tanpa
menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul.
4.Mengambil embrio jagung dari dalam bijinya,dan memasukkan dalam air
steril.
5.Meniriskan embrio jagung di atas tissue steril.
6.Menanam embrio di media yang sudah disiapkan.
3.3.2
Pembuatan
Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Ø
Cara
membuat stok larutan dengan volume 1 liter,contoh :
1.Membuat stok KNO3 525 mg/lt sebanyak 1 lt dengan mengambil 20 ml.Cara
menimbang KNO3 sebagai berikut :
N1.V1 = N2.V2
N1.20 = 525.1000
N1 = 26.250 mg
Jadi menimbang KNO3 sejumlah 26.250 mg (26,25 g) kemudia melarutkan
dalam 1000 ml aquades dan menyimpan dalam suhu dingin,
Ø
Cara
membuat media padat Vacin dan Went (VW) kultur jaringan sebanyak 1 liter yaitu
sebagai berikut :
1.Menyiapkan semua larutan
bakuVW.
2.Mengambil larutan baku sesuai ketentuan dan menuang ke dalam baker
glass 1 liter yang sudah terisi aquades 300 ml.
3.Menimbang gula 20 g,8 g bahan pemadat (agar) dan memasukkan arang
aktif 1 dalam beaker glass,mengaduk camppuran di atas stirrer dan mengukur
derajat keasaman dengan pH meter (5,8),menggunakan NaOH 1N atau HCl 1N untuk mengaturnya.
4.Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml.
5.Mendidihkan di atas api sampai agar melarut.
6.Menuangkan media selagi cair ke dalam botol-botol dengan ukuran
ketebalan 1 cm.
7.Menutup semua botol dengan aluminium foil,dan menandai menurut jenis
medianya.
8.Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30
menit,temperature 121°C dengan tekanan 17,5 psi.
9.Menyimpan media setelah autoclave mati sambil menguji kesterilannya
selama 3 × 24 jam.
10.Menanami media yang masih steril (siap digunakan).
3.3.3 Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Melakukan penanaman
dengan berbagai macam bahan/organ tanam yang berbeda,antara lain
:anggrek,embrio jagung,umbi bawang merah.
Ø
Organ
Tanaman Embrio Jagung
1.Menyiapkan biji jagung muda.
2.Menggojog biji jagung dalam larutan Dithane 45 2g/l selama 30 menit
kemudian membilas dengan air steril di dalam laminar.
3.Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam laruta Clorox 20% dan
menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit kemudiam membilas dengan air steril 3
kali,Mengulangi lagi tanpa menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul.
4.Mngambil embrio jagung dari dalam bijinya,dan memasukkan dalam air
steril.
5.Menanam embrio di media yang sudah disiapkan.
Ø
Organ
Tanaman Umbii Bawang Merah
1.Menyiapkan umbi bawang merah.
2.Mengupas kulit luarnya.
3.Menggoojog dengan larutan Clorox 20% dan menambahkan 5 tetes Tween
selama 3 menit kemudian membilas dngan air steril 3 kali,,mengulangi tanpa
menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul.
4.Memperkecil ukuran umbi bawang merah dengan membuang seludang kulit
luarnya.
5.Memotong umbi bawang merah secara transfersal.
6.Menanam pada media yang sudah disediakan.
Ø
Organ
Tanaman Anggerk
1.Menyiapkan media VW kosong dan kultur anggrek dalam laminar.
2.Memindahkan tanaman anggrek yang sudah berjejal ke media baru (sub
kultur).
3.Menyimpan kembali ke rak inkubasi.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel Pengamatan Eksplan
No
|
Tanggal
|
Eksplan
|
Media
|
UL
|
Pertumbuhan
|
Kontam
|
Tak kontam
|
Ket
|
|
∑ Akar
|
∑ Tunas
|
||||||||
1
|
10-2-12
|
Jagung
|
IBA
|
1
|
1
|
3
|
V
|
-
|
Jamur
|
2
|
3
|
3
|
V
|
-
|
Jamur
|
||||
BAP
|
1
|
3
|
3
|
V
|
-
|
Jamur
|
|||
2
|
3
|
3
|
V
|
-
|
Jamur
|
||||
IBA + BAP
|
1
|
2
|
3
|
-
|
V
|
|
|||
2
|
2
|
3
|
-
|
V
|
|
||||
2
|
10-4-12
|
Bawang Merah
|
IBA
|
1
|
1
|
1
|
V
|
-
|
Jamur
|
2
|
-
|
1
|
V
|
-
|
Jamur
|
||||
BAP
|
1
|
-
|
1
|
-
|
V
|
|
|||
2
|
1
|
2
|
V
|
-
|
Jamur
|
||||
IBA + BAP
|
1
|
-
|
-
|
V
|
-
|
Jamur
|
|||
2
|
-
|
2
|
V
|
-
|
Jamur
|
||||
3
|
10-4-12
|
Antherium
|
IBA
|
1
|
1
|
1
|
-
|
V
|
|
2
|
1
|
1
|
-
|
V
|
|
||||
BAP
|
1
|
-
|
1
|
-
|
V
|
|
|||
2
|
-
|
1
|
-
|
V
|
|
||||
IBA + BAP
|
1
|
-
|
1
|
-
|
V
|
|
|||
2
|
-
|
1
|
-
|
V
|
Jamur
|
Tabel Pengamatan Eksplan
No
|
Tanggal
|
Eksplan
|
Media
|
UL
|
Pertumbuhan
|
Kontam
|
Tak kontam
|
Ket
|
|
∑ Akar
|
∑ Tunas
|
||||||||
1
|
6-4-12
|
Jagung
|
IBA
|
1
|
-
|
2
|
|
V
|
|
2
|
-
|
3
|
|
V
|
|
||||
BAP
|
1
|
-
|
2
|
|
V
|
|
|||
2
|
-
|
1
|
|
V
|
|
||||
IBA + BAP
|
1
|
-
|
3
|
|
V
|
|
|||
2
|
-
|
2
|
|
V
|
|
||||
2
|
6-4-12
|
Bawang Merah
|
IBA
|
1
|
1
|
1
|
|
V
|
|
2
|
1
|
1
|
|
V
|
|
||||
BAP
|
1
|
-
|
1
|
|
V
|
|
|||
2
|
1
|
-
|
|
V
|
|
||||
IBA + BAP
|
1
|
-
|
2
|
|
V
|
|
|||
2
|
1
|
2
|
|
V
|
|
||||
3
|
6-4-12
|
Antherium
|
IBA
|
1
|
1
|
1
|
|
V
|
|
2
|
1
|
1
|
|
V
|
|
||||
BAP
|
1
|
-
|
1
|
|
V
|
|
|||
2
|
-
|
1
|
|
V
|
|
||||
IBA + BAP
|
1
|
1
|
1
|
|
V
|
|
|||
2
|
-
|
1
|
|
V
|
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Teknik Aseptik dalam
Pembiakan Kultur Jaringan
Sterilisasi adalah
bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang
steril, yaitu di laminar flow
dan menggunakan alat-alat yang juga steril.Dimana sterilisasi tersebut dibagi menjadi 3 macam,yaitu :
a. Sterilisasi lingkungan kerja
Yaitu
sterilisasi yang dilakukan dalam penanaman eksplan agar mendapat tempat atau
ruang yang steril dan bebas dari mikroorganisme.Tempat untuk menanam dan
memindahkan eksplan yaitu disebut Laminar Air Flow.Dengan dihembuskannya aliran
udara halus dari blower melalui suatu
filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) dengan pori-pori kurang dari 0,3
µm.Fungsi aliran udara ini yaitu dapat mencegah kontaminan yang air borne
selama penanaman.Sebelum bekerja,bagian dalam laminar disterilkan dengan
alcohol 70% dan diratakan dengan tissue,kemudian dilanjutkan dengan menyalakan
lampu UV selama 0,5-1 jam untuk mematikan kontaminan di permukaan tempat kerja.
b.Sterilisasi alat dan media
Alat-alat
seperti botol ,Erlenmeyer ,beaker glass ,petridish ,pinset , scalpel ,gunting
,jarum ose ,dll sebaiknya sebelum disterilisasi peralatan dicuci denga detergen
kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan.Kemudian dibungkus dengan
kertas merang.Temperatur yang digunakan untuk sterilasasi alat-alat dengan
autoclave 121°C pada tekanan 17,5 psi selama 20-30 menit.
c.Sterlisasi bahan tanam
Bahan
tanam yang ada dilapangan banyak mengandung debu ,kotoran-kotoran dan berbagai
kontaminan hidup pada permukaan.Apabila kontaminan ini tidak dihilangkan maka
media yang mengandung gula ,vitamin, dan mineral merupakan sumber energy bagi
kontaminan yang ada.Prinsip sterilasasi eksplan adalah dapat mematikan
kontminan tanpa membunuh eksplan ,karena baik kontaminan maupun eksplan
merupakan benda hidup.Berhasilnya teknik sterilsasi merupakan langkah awal
keberhasilan dalam kerja kultur in vitro.
Laminer Air Flow merupakan alat yang letaknya diruang penabur, yaitu fungsinya
agar ruang tersebut selalu dalam keadaan steril. Alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan
penanaman.Bagian-bagian dari Laminer Air yaitu HEPA ,Pre filter ,Blower
,Fluorescent light ,Optimal UV light atau dapat dilihat pada ilustrasi gambar
dibawah ini.
Adapun
prosedur-prosedur dari penggunaan laminar Air Flow yaitu sebagai berikut :
1. Nyalakan
lampu UV, minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow digunakan.
Hindarkan sinarnya dari badandan mata.
2. Siapkan
semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan ke
dlam laminar air flow cabinet, disemprot terlebih dahulu dengan alcohol 70%
atau spiritus.
3. Meja dan
dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau dengan spiritus untuk
mensterilkan LAF.
4. Blower pada
LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
5. Nyalakan
lampu dalam LAF.
6. LAF sudah
siap untuk digunakan.
Autoklaf
adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan
dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan
pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC. Lama
waktu untuk mensterilakan alat kurang lebih 15-20 menit, sedangkan lama waktu
untuk mensterilkan bahan kurang lebih 10-15 menit.Komponen-komponen autoklaf :
Tombol pengatur waktu mundur (timer)
Ø Katup
pengeluaran uap
Ø Pengukur
tekanan
Ø Klep
pengaman
Ø Termometer
Ø Lempeng
sumber panas
Prinsip kerja alat ini sama dengan
prinsip kerja kukusan (alat sederhana untuk menanak nasi) hanya saja memiliki
tekanan sehingga menghasilkan panas yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan untuk
lebih menyempurnakan proses sterilisasi. Tahap sterilisasi sebenarnya cukup
singkat yaitu dengan suhu 121 derajat celsius selama 15 menit. Namun waktu
keseluruhan mulai dari pemanasan awal (kenaikan suhu) sampai pendinginan
(penurunan suhu) bisa mencapai kurang lebih 2 jam-an. Yang perlu diperhatikan
selama mengoperasikan alat ini adalah: tulis siapa pengguna (nama, waktu dan lab.)
sebelum start, selalu memakai sarung tangan tahan panas, isilah air sesuai
ukuran yang ditentukan sebelum start, jangan membuka autoclave sebelum suhu
dingin (dibawah 60 derajat celcius).
Etilen oksida merupakan zat kimia
yang paling umum digunakan untuk sterilisasi. Namun, zat kimia tersebut
kebanyakan digunakan dalam industri dan tidak untuk pekerjaan sehari-sehari di
laboratium karna sifatnya yang berbahaya sehingga memerlukan penanganan yang
rumit dan ketat. Perlakuan desinfeksi pada meja kerja seriang kali sebelum
mulai bekerja dan sesudah selesai bekerja termasuk sterilisasi dengan perlakuan
kimia. Zat kimia yang digunakan umumnya alcohol 70% karena fungsinya dalam
menyeterilkan bahan tanam lebih aman.Penambahan bahan-bahan kimia lain yaitu Menurut
Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila disterilkan pada suhu
yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi dengan menggunakan gas. Bahan
kimia yang sering digunakan antara lain :
1) Alkohol,
daya kerjanya adalah mengkoagulasi protein. Cairan alkohol yang umum digunakan
berkonsentrasi 70-80 % karena konsentrasi yang lebih tinggi atau lebih rendah
kurang efektif.
2) Khlor, Gas
khlor dengan air akan menghasilkan ion hipokloride yang akan mengkoagulasikan
protein sehingga membran sel rusak dan terjadi inaktivasi enzim.
3) Yodium, daya
kerjanya adalah bereaksi dengan tyrosin, suatu asam amino dalam emzim atau
protein mikroorganisme. Antiseptik berbasis iodium tidak tepat bila digunakan
pada sterilisasi alat medis atau gigi, karena dapat meninggalkan noda.
4)
Formaldehida 8 % merupakan konsentrasi yang cukup ampuh untuk mematikan
sebagian besar mikroorganisme. Daya kerjanya adalah berkaitan dengan amino
dalam protein mikrobia. Bahan ini bekerja secara lambat dan memerlukan tingkat
kelembaban relative sekitar 70%. Formaldehide biasa dijual dalam bentuk polimer
padat paraformaldehide dalam bentuk flakes atau tablet atau dalam bentuk
formalin.
5)
Glutaraldehide, bahan ini bersifat non korosif dan bekerja lebih cepat daripada
formaldehid, hanya diperlukan beberapa jam untuk membunuh bakteri. Bahan ini
aktif melawan bakteri vegetatif, spora, jamur, virus yang mengandung lipid
maupun yang tidak.
6) Gas etilen
oksida, gas ini digunakan terutama untuk mensterilkan bahan yang dibuat dari
plastik.
7) Natrium
diklorososianurat, bahan ini berbentuk bubuk, berisi 60% klor. Diterapkan pada
tumpahan darah atau cairan yang bersifat memiliki bahaya biologi lain selama 10
menit baru kemudian dilanjutkan dengan pembersihan yang lebih lanjut.
8) Kloramina,
bahan ini berbentuk serbuk berisi 25% klor, dan hamper tidak berbau. Bahan ini
dapat digunakan untuk membasmi kuman air pada minuman. Ketika digunakan pada
konsentrasi akhir dengan hanya mengandung 1-2 mg/L klor.
9) Klor
dioksida, bahan ini adalah sebuah germisida kuat dan bekerja secara cepat.
Bahan aktif ini didapat dengan cara mereaksikan asam klorida dengan natrium
hipoklorit.
10) Senyawa
fenolik, senyawa ini aktif melawan bakteri vegetatif dan virus lipid, namun
tidak aktif dalam melawan spora. Senyawa ini biasanya berupa Triklosan dan
Klorosilenol yang biasa digunakan sebagai antiseptik.
11) Senyawa
Amonium Kuartener, banyak digunakan sebagai campuran dan juga dikombinasikan
dengan germisida lain, seperti alkohol.
12) Hidrogen
peroksida dan peracis, merupakan oksidan kuat dan germisida efektif yang
berspektrum luas. Bahan ini dinilai lebih aman bagi manusia dan lingkunagn
daripada klor.
Kontaminasi dalam kultur jaringan
sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan kultur jaringan.Adanya
sterilasasi merupakan langkah-langkah dalam mencegah adanya kontaminasi.Adapun
macam-macam dari kontaminasi yaitu sebagai berikut :
1. Tipe – tipe
kontaminasi
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh
berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme –
organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang
bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman
inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor
menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang
disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi,
kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang
seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
2. Kontaminasi
permukaan
Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan
tanaman, antar sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat diatasi
dengan cara pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia (lihat minggu
11 untuk informasi detail). Keterbatasan utama adalah untuk memberikan
perlakuan yang cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi tanpa merusak
jaringan tanaman. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik,
perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak
dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan
menambahkan detergen, agitasi (digoyang –goyang), atau membenamkan eksplan
dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung - gelembung udara yang
mungkin mengandung mikroorganisme.
3. Sumber
kontaminan
Eksplan awal merupakan sumber utama
kontaminasi, tapi kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur.
Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud disterilisasi. Semua
kegiatan harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu
pada laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen
kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
4. Kontaminasi
endogenus
Organisme
yang hidup pada jaringantanaman lebih susah ditangani. Hal ini mungkin dapat
dikontrol dengan pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang diberikan
pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga diberikan di kultur
itu sendiri.
5. Eksudat
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dair
eksplan, bukan dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan
cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi
fisiologis terjadi pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan
biokimia apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme
perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini
mungkin atau mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
6. Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam
mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan
sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan pada kultur in vitro yang telah
disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik
mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan
yang digunakan sebagai eksplan.
7. Eliminasi virus
Virus
biasanya terdapat pada sel - sel jaringan tanaman dan ditransfer ke sel batu
pada saat pembelahan sel, karenanya virus ditransfer ke tanaman anak (progeny)
pada saat pembiakan vegetatif. Virus mungkin tidak menunjukkan gejala apapun
pada saat tanaman dikulturkan, tapi akan tampak nantinya setelah tanaman di
transfer ke lapang. Cara utama untuk mengeliminasi virus adalah dengan
menggunakan terapi panas. Pada kondisi pertumbuhan normal, suatu virus akan
ditransfer ke jaringan baru pada saat tunas baru tumbuh. Jika tanaman dapat
ditumbuhkan pada suhu tinggi, adalah memungkinkan untuk memperlambat kecepatan
replikasi virus sehingga ujung tunas dapat tumbuh lebih dulu sebelum
terkontaminasi. Ujung tunas dapat kemudian dapat dipindahkan dan tumbuh bebas
virus. Biasanya perlu untuk menguji pertumbuhan selanjutnya untuk memastikan
tanaman bebas virus. Perlakuan panas dapat diaplikasikan pada tanaman normal,
namun suhu yang diperlukan (misalnya 39oC selama 7 hari) seringkali mematikan
bagi tanaman. Tunas in vitro mungkin lebih dapat bertahan terhadap perlakuan
ini.
8. Media awal
Biasanya dignakan media dasar dengan
sukrosa tanpa penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari
pemborosan media dimana sebagian kultur biasanya akan terkena kontaminasi
ataumati akibat perlakuan awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan
terjadi pada 2 minggu pertama.Pada beberapa contoh, pestisida mungkin
dimasukkan pada media awal atau sukrosa mungkin dihilangkan agar eksplan dapat
tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman yang baru tumbuh ini lalu dapat dipindah
dengan hati - hati dengan cara mensubkultur. Perhatian juga mesti diberikan
pada ruang persiapan kultur, untuk menghindari kontaminasi.
9. Kondisi kultur
Tipe substrat hampir semua kultur
dilakukan pada media semi-solid (semi-padat) dengan menggunakan agar atau
Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk eksplan dan meningkatkan aerasi
pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki keuntungan gel yang
lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak rumput laut).
Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gelrite
memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan
sedikit modifikasi pada persiapan media. Media cair seringkali digunakan untuk
kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk
menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu dilakukan untuk
mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang merata. Penggoyangan yang
cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel-sel atau kumpulan kalus.Eksplan
mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan menggunakan jembatan
yang dibuat dari kertas saring atau Sorba rods. Tipe substrat dapat
mempengaruhi tipe pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi, misalnya morfologi
akar.
10. pH media
pH media biasanya diatur 5,5 pada
saat persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan hara. pengambilan hara
oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau pengaruh terhadap morfologi.
Satu hal yang selalu diabaikan adalah perubahan pH pada media akibat proses
pemanasan dengan autoklaf.
Banyaknya
faktor yang dapat menyebabkan kontaminasi. satu saja dari faktor tersebut
menyebabkan kontaminasi maka akan gagal seluruh proses pembuatan kultur
jaringan. Dimulai dari persiapan ruangan, pesiapan alat dan bahan, persiapan
bahan eksplan sampai dengan pelaksanaan, inkubasi sampai aklimatisasi semuanya
sangat berpotensi mengalami kontaminasi.Adapun factor – factor tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Media Kultur
a. Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan
komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat
mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media
biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun
demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan
dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum
untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman.
b. Komposisi hormon pertumbuhan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan
yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan
regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon
pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis
eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan
optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang
dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada
eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui
percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk
mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah
pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
c. Keadaan fisik media.
Media yang umum digunakan dalam kultur
jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik
media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan
diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain
karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan
oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
2. Lingkungan tumbu
a. Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan
suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman
mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa
dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang
kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang
kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang
digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo.
Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
b. Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam
kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama
penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam
kultur in vitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro
umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat
oleh cahaya.
4.2.2
Pembuatan Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Pada
umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat
pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan
dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam
amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun
sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1988).
Ø Unsur Nitrogen (N)
Kegunaan unsur Nitrogen bagi tanaman adalah untuk
menyuburkan tanaman, sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai
persenyawaan organik yang lain.
Ø Unsur Fospor (P)
Dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk
karbohidrat. Maka, unsur P ini dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu
pertumbuhan benih.
Ø Unsur Kalium (K)
Memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini
dapat digunakan untuk memperkuat serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan
buah tidak mudah gugur.
Ø Unsur Sulpur (S)
Unsur ini digunakan untuk proses pembentukan
anakan sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin.
Ø Unsur Kalsium (Ca)
Digunakan untuk merangsang pembentukkan bulu-bulu
akar, mengeraskan batang dan merangsang pembentukkan biji.
Ø Unsur Magnesium
(Mg)
Digunakan tanaman sebagai bahan mentah untuk
ppembentukkan sejumlah protein.
Ø Unsur Besi (Fe)
Unsur ini digunakan sebagai penyangga (chelati
agint) yang sangat penting untuk menyagga kestabilan pH media selama digunakan
untuk menumbuhkan jaringan tanaman.
Ø Unsur Sukrosa
Unsur ini sering ditambahkan pada medium kultur
jaringan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus.
Ø Unsur Glukosa atau
Fruktosa
Unsur ini dapat digunakan sebagai unsur pengganti sukrosa
karena dapat merangsang beberapa jaringan.
Ø Unsur Mio-inositol
Penambahan unsur ini pada medium bertujuan untuk
membantu diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan.
Ø Unsur Vitamin
Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam
mediumklutur jaringan antara lain adalah Thiamin. Thiamin adalah vitamin
esensial yang digunakan untuk medium kultur jaringan.
Ø Unsur Asam Amino
Unsur ini diunakan oleh tanaman untuk proses
pertumbuhan dan diferensiasi sel. Kebutuhan unsur asam amino oleh tanaman
berbeda.
Ø Unsur Zat Pengatur
Tumbuh
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit
dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat
pengatur tumbuh dalam tanaman terdir dari lima kelompok yaitu, Auksin,
Sitokinin, Giberelin, Etilen dan Inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang
berlainan terhadap proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi
pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam
medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak akan tumbuh sama sekali.
Macam-macam media yang digunakan ada 2 yaitu
media padat dan cair, media padat dapat digambarkan seperti padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi
dicampurkan pada agar.Sedangkan media cair biasanya menggunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini
mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media
lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi
kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk
multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin,
seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada
konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam
kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan
penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan.
Media WPM (Woody
Plant Medium) adalah
media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media ini khusus disarankan pada tanaman berkayu, sulfat
yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM.
Eksplan
adalah bagian dari tumbuhan berupa sel, jaringan atau organ
yang bisa digunakan untuk ditumbuhkan secara in vitro.Didalam
mengembangkan suatu eksplan dari tanaman tersebut, eksplan harus berada dalam
keadaan steril danterkontrol, terutama nutriennya.
Dari pengamatan yang telah dilaksanakan didapat
hasil bahwa tanaman jagung memiliki jumlah akar dan tunas yang relatif
banyak.Hal seperti ini dapat disebabkan sesuainya tanaman jagung tersebut
terhadap media yang digunakan sebagai perlakuan pada praktikum ini.Namun pada
percobaan praktikum ini didapat adanya kontaminasi oleh lingkungan luar
sehingga menyebabkan adanya jamur sebagai indikasi media tersebut
terkontaminasi baik dari media IBA,BAP,dan IBA + BAP. Hal ini bisa terjadi
karena lingkungan kerja, alat dan bahan media dalam keadaan steril,
sehingga media kultur tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme dan makhluk hidup kecil lainnya.
Media dasar yang digunakan untuk pertumbuhan pucuk
dan batang bawah pir yaitu media dasar MS yang ditambahkan 2 ppm BAP+0,4 ppm
NAA. Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim
dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang
menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi
yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi.
Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran
sel, dan perkembangan jaringan.Adapun kandungan-kandungan dari media MS dalam
mg/l adalah sebagai berikut :
1.
NH4NO3-
2.
KNO3-
3.
CaCl22H2O
4.
MgSO4-7H2O dan KH2PO4-
5. FeSO4-7H2O
dan Na2EDTA.
4.2.3 Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Sifat Totipotensi merupakan potensi pada setiap sel
penyusun jaringan dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu
baru. Totipotensi dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat
memperbanyak diri dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang
dimungkinkan. Sel punca, termasuk Zigot memiliki kemampuan ini, Pada tumbuhan
meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini. Sel Punca atau Sel Induk
merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat
berdiferensiasi menjadi menjadi jenis sel lain. Kemampuan tersebut memungkinkan
sel induk menjadi system perbaikan tubuh dengan menyediakan sel sel terbaru
selama organisme bersangkutan hidup. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G. Heberlandt
tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Pada
tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek
empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward bisa
menumbuhkannya menjadi satu individu wortel. Pada tahun 1954, kultur jaringan
dipopulerkan oleh Muer, Hildebrandt, dan Riker.
Dari data hasil kegiatan praktikum kultur jaringan
didapat hasil bahwa ketiga eksplan yang digunakan dalam kultur jaringan jumlah
akarnya banyak yang tidak tumbuh dikarenakan konsentrasi dari media yang kurang
mencukupi dan jumlah tunas relative banyak. Pembentukan tunas tidak hanya
membutuhkan BAP dengan kosentrasi yang tinggi, dalam hal ini ada campur tanga
dari hormon auksin endogen dalam jaringan tanaman itu sendiri dan bila tunas
muda muncul dan dapat memproduksi auksin secara aktif maka auksin eksogen tidak
diperlukan untuk memcau pertumbuhan pucuk. Pada hasil pengamatan terdapat
banyak tunas aksilar dan daun pada tanaman tersebut tetap berwarna hijau yang
juga dipengaruhi oleh BAP karena salah satu fungsinya yaitu untuk menghindari
senesscene dini sehingga klorofil tidak rusak.Dari data tersebut juga didapat
hasil bahwa tidak ada kontaminasi oleh lingkungan luar seperti jamur.
Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat
pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1
mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting: sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP,
Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua
ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi
pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai
untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan
sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan
sitokinin digunakan juga giberelin (menginduksi pemanjangan tunas dan
perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat
pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
Keberhasilan dalam
pertumbuhan tanaman kultur ini tidak luput dari dukungan kandungan yang
terdapat dalam media. Sehingga jika salah satu kandungan pada media tidak ada
tanaman tersebut tidak akan tumbuh dengan baik atau bahkan tanaman tersebut
akan mati.Sebagai contoh yaitu tidak adanya auksin pada media IBA maka akan
menyebabakan tidak terbentuknya sel dan akar sehingga eksplan tersebut sangat
besar kemungkinannya untuk dapat melanjutkan proses pertumbuhannya tanpa akar
yang berperan penting menyerap air untuk ketersediaan pada eksplan tersebut.
BAB 5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1.
Dalam kegiatan teknik kultur jaringan terdapat kesterilan dari
lingkungan, alat-alat, media dan bahan tanam.
2.
Kontaminasi harus dicegah demi tercapainya keberhasilan pada kultur
jaringan.
3.
Pemilihan media pada teknik kultur jaringan menentukan keberhasilan
dari teknik kultur jaringan.
4.
Hormon-hormon yang berperan penting seperti auksin, sitokonin dan
giberalin dapat merangsang pertumbuhan pada tanaman, baik pada akar maupun
tunas.
5.2 Saran
Dalam
melaksanakan kegiatan praktikum ini hendaknya praktikan memperhatikan
kesterilan dari alat,media,dan bahan tanam.Serta melaksanakan kegiatan
praktikum ini dengan baik dan benar agar hasil yang didapat sesuai dengan
tujuan praktikum kali ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andini,Linda.2001.Cara
memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka
Avivi,Sholeh dan Ikrarwati.
Mikroprogasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee) Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu
Pertanian Vol.11 (2)
Chatimatun
Nisa dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa
Kultivar Buah Pisang(Musa paradisiaca L.)
dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. Biosacientiaae
Vol.2 (2)
Hadipoentyanti,
Endang dan Syahid, Sitti Fatimah.2007. Respon Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. Jurnal Littri Vol.13 (3)
Harianto,Wijaya.2009.Pengenalan teknik in
vitro.Jakarta:Bumi Aksara
Hutami,Sri dan Purnamaningsih,Ragapadmi.2003.Perbanyakan Klonal Temu Mangga (Curcuma mangga) melalui Kultur In Vitro. Buletin Plasma Nutfah
Vol.9 No.1
Indrianto,Yuni.2002.Pembiakan Tanaman
Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia
Pramono,Hari.2007. Teknik Kultur
Jaringan.Jakarta:Kanisius
Samudin,Sakka.2009.Pengaruh Kombinasi Auksin-Sitokinin Terhadap Pertumbuhan Buah Naga. Media
Litbang Sulteng Vol.2 (1)
Sukmadjaja,
Deden.2005.Embriogenesis somatik
langsung pada tanaman cendana. Jurnal Bioteknologi
Pertanaian Vol.10 (1)
Widianti,Dewi.2003.Pertanian
Modern.Jakarta:Erlangga
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus