Kamis, 05 Juli 2012

WINNING ELEVEN 9 + PATCH


Winning Eleven 9 adalah Produk Game keluaran KONAMI yang cukup digemari Oleh kalangan Gamers di Indonesia, memang sih sekarang KONAMI telah merilis versi terbaru dari WE9 ini, yakni PES 2012 tapi PES 2012 mempunyai Size yang besar sekali, sehingga mengurungkan Niat para pendownload untuk mencobanya. Nah, Winning Eleven 9 yang BAGAS31 share ini hadir dalam 2 versi, Full dan RIP dimana kedua versi memiliki Fungsi yang sama, dan juga BAGAS31 sertakan Patch ter-updatenya agar tidak ketinggalan Jaman pemain didalamnya.

Screenshot
Download : ( Via Indowebster )
How to Install :
  1. Khusus Windows Vista (Disable UAC-nya terlebih dahulu ya)
  2. Jika sudah Extract dulu WE9.7z-nya menggunakan WinRar / WinZip
  3. Lalu jalankan " setup.bat " - Tunggu Prosesnya sampai selesai
  4. Selesai - Lalu jalankan " we9.exe "
How to Use Patch :
  1. Extract dulu File yang sudah didownload
  2. Copy-kan " KONAMI-WIN32PES5OPT " kedalam Folder Save Option sobat
    Default  :  My Document\KONAMI\Winning Eleven 9\Save\Folder1
  3. Di Replace aja ya File yang lama
  4. Selesai - Enjoy The Game
Selamat Bermain

Baca Selengkapnya disini : http://www.bagas31.com/2011/09/winning-eleven-9-rip-295-mb-patch.html#ixzz1zkOnpA2s

Selasa, 03 Juli 2012

laporan praktikum kultur jaringan


LABORATURIUM PEMBIAKAN TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA                                       :VIANDRA EDO B.P
NIM                                           :111510501075
GOL/ KELOMPOK                  :SELASA / 2
ANGGOTA                               : 1.SITI HAJAR                  (111510501070)
                                                     2.ALFIAH                         (111510501077)
                                                     3.DIMAS H.                      (111510501093)
                                                     4.WAHYU ERNANDA   (111510501095)

ACARA                                     :  KULTUR JARINGAN
TANGGALPRAKTIKUM       : 2 APRIL 2012
TANGGALPENYERAHAN   : 17 APRIL 2012
ASISTEN                                  : 1. DEDI EKO S
                                                     2. FRENGKI HERMAWAN P.
                                                     3. MEIDA WULANDARI
                                                     4. NOVITA FRIDA S.
                                                     5. HAIKAL WAHONO
                                                     6. IFTITAH FIKA
                                                     7. AHMAD NUR
                                                     8. AHMAD TAUFIQUL
                                                     9. DYAH AYU S
                                                    10. FIKA AYU S
                                                    11. HERLIA PUTRI
                                                    12.RAAFLUQMAN SYAH
                                                    13.KIKI ULFANIAH



BAB 1.PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
            Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
            Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
            Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
            Autoklaf yang dapat digunakan ada bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang Programable. Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan kedalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari api. Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas selama masa sterilisasi dilakukan secara manual. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf. Media dan Aquades Media dan aquadest yang akan digunakan dalam kultur jaringan (kuljar) juga disterilisasikan dalam autoklaf. Untuk aquadest sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya Erlenmeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Waktu sterilisasi sama dengan waktu untuk sterilisasi alat-alat yaitu 1 jam dengan temperature 121°C pada   tekanan 17,5 psi (pounds per square inch). 
            Untuk media kultur jaringan (kuljar) yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121
°C, tekanan antara 15-17.5 psi dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Untuk 15 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 75ml, sterilisasi dilakukan tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Volume yang lebih besar membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, maka mengakibatkan cairan didalamnya mendidih dan meluap (Bubbled up).
            Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah kultur jaringan biasanya disterilisasi dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam oven dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160
°C.

1.1  Latar Belakang
            Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
            Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman.
            Unsur hara makro dan mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White, dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine, asparagin, glutanin, alanin, dan threonin.
            Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting:  sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan  pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin (menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
            Senyawa organik sering ditambahkan ke dalam media sebagai sumber pembentuk asam amino dan vitamin. Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan dari senyawa-senyawa yang merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik pada tanaman umumnya), glukosa, fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif berfungsi untuk mengarbsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar.
            Selain ditambahkan oleh senyawa-senyawa tersebut, media yang baik harus selalu berada dalam PH yang optimal yaitu 5,5-5,8. selain itu, harus dibuat dalam tempat yang steril. Autoclave sering dipakai untuk sterilisasi dalam pembuatan media kultur jaringan.       

1.1  Latar Belakang
            Kultur jaringan tumbuhan adalah suatu teknik menumbuhkansel/jaringan/ organ dari suatu tumbuhan ke dalam medium dalam kondisi aseptissecara in vitro. Selain kondisi aseptis, ketersediaan medium yang optimal dan sesuai juga merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan teknik kultur jaringan tumbuhan.Kesuksesan kegiatan kultur jaringan tanaman akan sangat ditentukan oleh pillihan media yang digunakan. Secara umum kebutuhan nutrisi kebanyakan tanaman sama,yakni memerlukan hara makro dan mikro, vitamin-vitamin, karbohidrat, asam aminodan N-organik, zat pengatur tumbuh, zat pemadat dan terkadang pula ada beberapa penambahan nutrisi untuk tanaman berupa bahan  seperti air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, buffer organik maupun arang aktif.
            Kebutuhan tanaman akan berbeda dalam hal komposisi dan jumlah yang diperlukan.Salah satu medium yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah Murashige and Skoog (MS) Medium. Sesuai dengan namanya, medium inidikembangkan oleh Murashige dan Skoog. Medium ini digunakan secaraluasuntuk kultivasi kalus.          Keistimewaan medium ini yaitu kandungan nitrat,kalium danamoniumnya sangat tinggi.Jumlah unsur-unsur hara anorganik yang terdapat pada medium ini layak untuk dapat menumbuhkan banyak jenis sel tanaman dalam kultur.
           Eksplan adalah bagian dari tumbuhan berupa sel, jaringan atau organ yang bisa digunakan untuk ditumbuhkan secara in vitro (Indrianto, 2002). Dalammengembangkan eksplan tersebut, eksplan harus berada dalam keadaan steril danterkontrol, terutama nutriennya. Salah satu cara yang sering digunakan untuk membuat suatu eksplan yang baik adalah melalui perkecambahan biji secara in vitro.Prosesnya dibagi menjadi 4 tahap yaitu, imbibisi, pengaktifan enzim, keluarnyaradikula dan pertumbuhan biji (Indrianto,2002). Perkecambahan biji secara in vitro merupakan suatu proses mengecambahkan biji pada medium yang steril. Biji dari suatu tanaman-tanaman yang dikulturkan secara in vitro dapat mengalami diferensiasi dan pertumbuhan sempurna tanaman.Akan tetapi, kondisi yang dibutuhkan untuk tiapspesies tanaman beragam dan harus dipastikan dengan percobaan (trial and error ).Umumnya kondisi yang diperlukan, yaitu steril dan kandungan nutrien tercukupi.Sehingga perlu dipelajari suatu teknik kultur perkecambahan biji secara in vitro.Kalus merupakan suatu massa hasil proliferasi sel-sel in vitro yang tidak terorganisir. Pada mulanya terbentuknya kalus ini sebagai respon terhadap perlukaan (wounding). Selain dari bekas luka, kalus juga bisa berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berpoliferasi.
            Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan dari bagian-bagian semai atau yang biasa disebut dengan seedling  yang dikecambahkan secara in vitro.Tujuan dari kultur kalus yaitu untuk mendapatkan produk yang berupa kalus dari suatu eksplan yang dapat ditumbuhkan secara berkelanjutan (terus-menerus )  sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme dan diferensiasi.
            Selain itu, aspek tentang nutrisi, morfogenesis sel,variasi somaklonal, transformasi genetik serta produksi metabolit sekunder juga merupakan beberapa manfaat dari hasil kultur kalus. Setelah kalus terbentuk, maka untuk dapat menjadi tanaman utuh, kalus perlu diinduksi melalui proses morfogenesis. Proses morfogenesis melalui dua tahap, yaitu adalah organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis merupakan salah satu proses selain embriogenesis yang terjadi dalam morfogenesis.Embriogenesis somatik merupakan proses induksi embrio dari sel-sel somatik  baik yang bersifat haploid maupun diploid untuk dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi tanaman utuh.

1.2  Tujuan
1.Mengetahui kondisi steril pada semua komponen pekerjaan kultur jaringan.
2.Mengetahui sterilisasi alat ,media,bahan tanam dan lingkungan yang steril atau aseptik.
3.Mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar.
4.Mengenal perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan.
5.Mengetahui salah satu organ tanaman mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
6.Mengenal berbagai macam organ tanaman dalam berdeferensiasi dan menghasilkan kalus.
           


          BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA
          Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap (Indrianto,2002).
            Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Harianto,2009).
            Kultur jaringan dalam baha asing disebut sebagai tissue culture (Pramono,2007). Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
            Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.      
            Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Widianti,2003). 
            Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro (Andini,2001).
            Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yaitu sebagai berikut yang dimulai dari Pembuatan media, Inisiasi,  Sterilisasi,Multiplikasi,Pengakaran,Aklimatisasi (Harianto,2009).
            Keberhasilan pelaksanaan kultur jaringan antara lain ditentukan oleh pengunaan komposisi media yang sesuai. Sejumlah laporan telah menunjukkan bahwa setiap genotip (varietas) membutuhkan komposisi media tertentu guna mendukung pertumbuhan eksplan yang optimal (Takumi dan Shimada, 1997; Iser et al., 1999; Basri, 2003). Selanjutnya, yang perlu diperhatikan adalah komposisi media yaitu kebutuhan zat pengatur tumbuh khususnya kombinasi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Terdapat dua kelompok zat pengatur tumbuh yang sering digunakan yaitu kelompok auksin seperti Indoleacetic acid (IAA) dan naphthaleneacetic acid (NAA) sedangkan kelompok sitokinin misalnya kinetin dan benzylamino purine (BAP). Penggunaan auksin (IAA dan NAA) dan sitokinin (BAP dan kinetin) pada konsentrasi yang tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan, terutama pembentukan daun, tunas dan ruas (Gunawan, 1988; Wardiyati, 1998; Cameiro et al., 1999).
            Di samping sitokinin, penggunaan thidiazuron dapat pula mempengaruhi penggandaan tunas aksilar. Telah banyak dilaporkan bahwa thidiazuron mempunyai aktivitas yang menyerupai sitokinin Nielsen et al. (1993). Lu (1993) menyatakan bahwa senyawa tersebut dapat menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi tunas aksilar. Pada tanaman hias antara lain Azalea, thidiazuron dapat meningkatkan proses proliferasi tunas. Demikian pula Sinaga et al. (1996) menggunakan thidiazuron untuk perbanyakan cepat tanaman Pisum sativum. Diduga, thidiazuron mendorong terjadinya perubahan sitokinin ribonukleotida menjadi ribonukleosida yang secara biologis lebih aktif (Capella et al. dalam Lu 1993).
            Dari sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur jaringan, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur (Gunawan, 1990). Media MS merupakan media dasar yang umumnya digunakan untuk perbanyakan sejumlah besar spesies tanaman. Media dasar tersebut kaya akan mineral yang merangsang terjadinya organogenesis. Demikian pula untuk perbanyakan berbagai tanaman obat (Mariska dan Lestari 1995) dan tanaman hias (Been-Jaacov dan Langhans 1972; Nandang 1993) media dasar MS memberikan hasil yang baik. Walaupun demikian, pada beberapa spesies tanaman pemakaian media dengan kandungan garam mineral yang kaya dapat menghambat pertumbuhan kultur. Modifikasi kadar makro dan mikro dapat lebih menguntungkan.
          Tunas mikro yang dikulturkan pada media yang diperkaya dengan NAA juga membentuk akar liar. Akar ini tumbuh menyebar pada batang tunas mikro. Semakin tinggi konsentrasi NAA, jumlah akar liar yang terbentuk semakin banyak karena auksin memacu perkembangan akar liar (Salisbury dan Ross, 1995). Pemberian konsentrasi NAA yang tinggi menghambat tumbuhnya akar secara nyata. Konsentrasi NAA yang lebih tinggi dari 1 ppm menyebabkan eksplan membentuk akar dalam waktu yang lebih lama. Sehubungan dengan pertumbuhan akar, Pierik (1987) menyatakan bahwa pemberian auksin dalam konsentrasi tertentu, baik diberikan secara sendiri atau dalam bentuk kombinasi dengan sitokinin dapat merangsang pembentukan akar adventif dari jaringan tanaman. Pada umumnya auksin berpengaruh meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif. Auksin dalam konsentrasi rendah menyebabkan induksi akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi tinggi akan menekan morfogenesis. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan, sel umumnya mengandung auksin cukup atau hampir cukup untuk memanjang secara normal. Menurut Delvin (1975) dalam Abidin (1985) pemberian konsentrasi auksin yang relatif tinggi menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah akar. Auksin dalam konsentrasi yang tepat sangat berperan aktif dalam proses diferensiasi sel, namun pada taraf yang melebihi konsentrasi optimum dapat bersifat racun (Wareing dan Phillips, 1970 dalam Priyono, 1993).
            Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah asupan bahan organik dan anorganik pada konsentrasi yang optimal. Pupuk kandang diperlukan untuk perkembangan pembentukan rimpang sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menyokong pertumbuhan vegetatif, produksi rimpang dan mutu (Susilawati dan Sudiarto, 1991). Penyerapan unsur N, P dan K ke dalam akar akan diangkut melalui xilem menuju tajuk sebagai hasil fotosintat sehingga pertumbuhan lebar daun meningkat. Asimilat termasuk fotosintat akan bergerak melalui floem (batang) sehingga lingkar batang akan berkembang (Salisbury dan Ross, 1992). Hasil yang sama akibat pemberian pupuk juga ditunjukkan pada penelitian jahe hasil kultur jaringan, yakni pemupukan dengan pupuk kandang kambing berpengaruh menghasilkan lingkar batang yang lebih besar (Hobir et al., 1998). Hasil yang sama akibat pemberian pupuk juga ditunjukkan pada penelitian jahe hasil kultur jaringan, yakni pemupukan dengan pupuk kandang kambing berpengaruh menghasilkan lingkar batang yang lebih besar (Hobir et al., 1998).
            Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning) (Indianto,2002). Fitriani (2003) mendapatkan bahwa warna coklat kalus menandakan sintesis senyawa fenolik. Dalam penelitian ini, sel mengalami cekaman luka pada jaringan, selain cekaman dari medium. Vickery & Vickery (1980) menyatakan bahwa sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman atau gangguan pada sel tanaman.
            Senyawa fenol sangat toksik bagi tanaman dan dapat menghambat pertumbuhan. Untuk mencegah timbulnya warna coklat (browning) pada luka bekas potongan tersebut dapat dilakukan dengan cara yaitu menggunakan Polivinylpyrrolidone (PVP) yang cukup efektif mampu menyerap senyawa toksik dosis 1 ppm (Widiastoety, 2001).
          Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embryogenesis somatik. Penelitian perbanyakan tanaman cendana melalui proliferasi tunas telah dilakukan oleh Kamil dan Umboh (1990). Di masa mendatang, perbanyakan klonal melalui embriogenesis somatik untuk produksi benih sintetis tanaman kehutanan akan lebih banyak mendapat perhatian dibandingkan cara lainnya (Attree et al. 1990).
            Embriogenesis somatik merupakan suatu proses di mana sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahapan perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet (Williams dan Maheswara 1986). Regenerasi melalui embriogenesis somatik memberikan banyak keuntungan, antara lain: (1) waktu perbanyakan lebih cepat; (2) pencapaian hasil dalam mendukung program perbaikan tanaman lebih cepat; dan (3) jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya (Mariska 1996). Di samping itu, dengan strukturnya yang bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai embrio zigotik maka perbanyakan melalui pembentukan embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar. Embriogenesis somatik pada tanaman kehutanan mempunyai beberapa tahapan perkembangan yang spesifik, seperti induksi kalus embriogenik atau embrio somatic ,pemeliharaan,pendewasaan, perkecambahan, dan aklimatisasi (Lelu et al. 1993). Pembentukan embrio somatik secara langsung lebih disukai karena dapat menekan masalah sulitnya pembentukan benih somatik pada tahap perkecambahan (Rai dan McComb 2002).
            Keberhasilan regenerasi melalui embryogenesis somatik dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain formulasi media yang berbeda pada setiap tahap perkembangan embrio somatik serta jenis eksplan yang digunakan.
            Sebagai eksplan umumnya digunakan jaringan atau organ yang bersifat embriogenik seperti embrio zigotik, kotiledon, mata tunas, dan hipo/epikotil. Kandungan garam-garam anorganik yang tinggi dalam media MS serta adanya vitamin dan sukrosa cukup memadai untuk mendukung proses pembentukan dan perkembangan sel-sel somatik dari embrio zigotik menjadi embrio somatik. Pengenceran media MS sebagai media perkecambahan dilakukan pula oleh Rai dan McComb (2002) pada tanaman cendana, serta Rout et al. (1995) pada tanaman Acacia catechu. Tremblay (1990) melakukan pengenceran garam makro media Schenk dan Hilderbrandt sampai seperempatnya. Menurut Rout et al. (1995), pengenceran media pada tahap perkecambahan dimaksudkan untuk menghindari pengkalusan kembali pada dasar tunas atau struktur embrio somatik.
            Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional, dalam waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah. Sedangkan kelemahannya adalah dibutuhkannya biaya yang relatif lebih besar untuk pengadaan laboratorium, dibutuhkan keahlian khusus untuk mengerjakannya dan tanaman yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi aseptik, terbiasa dilingkungan hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil sehingga perlu perlakuaan khusus setelah aklimatisasi dan perlu penyesuaian lagi untuk kelingkungan eksternal (Pramono,2007).
            Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal (Widianti,2003). Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
            Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol (Andini,2001). Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
            Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Struktur mesofil akan berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan (Pramono,2007).


 BAB 3.METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan pada hari dan tanggal selasa,3 April  2012 pukul 14.00 WIB di Laboratorium Pembiakan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2      Bahan dan Alat 
3.2.1        Bahan 
1.      Bahan media
2.      Biji jagung dan lain lain
3.      Bahan media kultur
4.      Daun kakao dan zygot jagung
5.      Bahan kultur organ tanaman
3.2.2    Alat
1.      Pinset
2.      Gunting
3.      Scalpet
4.      Jarum ose
5.      Petridish
6.      Botol kultur dan gelas
7.      Autoklaf
8.      Shaker/Alat pengocok
9.      Oven
10.    Laminer air flow
11.    Kotak entkas
12.    Timbangan analitis
13.    Alay pengukur Ph
14.    Erlenmeyer
15.    Gelas ukur
16.    Beaker glass
17.    Tabung reaksi
18.    Thermometer
3.3  Cara Kerja
3.3.1        Teknik Aseptik dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Ø Sterilisasi Peralatan
1.Mencuci semua peralatan yang digunakan dalam kultur in vitro dengan detergen dan membilas sampai bersih.
2.Menggunakan aquades sebagai pembilasan terakhir.
3.Mengering anginkan di oven selama 4 jam dengan temperature 160°C.
4.Membungkus peralatan pinset,gunting,scalpel,jarum ose,petridish,dll sebelum di oven dengan kertas coklat/koran.
5.Memasukkan langsung peralatan botol kultur dan gelas lain pada oven.
6.Menggunakan semua peralatan setelah sterilisasi selesai dengan harapan dapat menekan kontaminasi.
                                                                       
Ø Sterilisasi Media
1.Menpergunakan media tanam yang steril pada kultur in vitro sebagai upaya menghindari kontaminasi selama kultur.
2.Menggunakan teknik sterilisasi basah dengan autoclave.
3.Memasukkan yang telah dibuat ke dalam botol kultur dan menutup dengan kertas aluminium foil.
4.Melakukan sterilisasi  selama 20-30 mmenit pada temperatur 121°C dengan tekanan 17,5 psi.

Ø Sterilisasi Bahan Tanam
1.Menggunakan bahan tanam seperti yang bersal dari lapang,rumah kaca dan dari kultur yang sudah steril.
2.Meneliti dengan cermat bahwa sanya eksplan dari lapang mempunyai tingkat kontaminasi lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari rumah kaca.
3.Membuat eksplan tersbut berupa potongan tunas muda,batang,daun,akar,umbi,rimpang,dan lain-lain.
4.Meneliti dengan cermat dikarenakan dari cara sterilisasi eksplan  yang akan ditanam berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman,bagian tanaman yang akan digunakan.
5.Melakukan teknik sterilisasi dengan cara sebagai berikut :
-Mencuci bersihdengan air mengalir.
-Menggojog dengan pestisida/fungisida.
-Merendam dengan bahan kimia tertentu/antiseptic di laminar air flow.
-Membilas dengan air  steril dan menanamnya.
Ø Contoh  Sterilisasi Embrio Jagung Muda :
1.Menyiapkan biji jagung muda.
2.Menggojog biji jagung dalam larutan Dithane 45 2g/l selama 30 menit kemudian membilas  dengan air steril di dalam laminar.
3.Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam larutan Clorox 20% dan menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit kemudian membilas dengan air steril tiga kali,mengulangi lagi  tanpa menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul.
4.Mengambil embrio jagung dari dalam bijinya,dan memasukkan dalam air steril.
5.Meniriskan embrio jagung di atas tissue steril.
6.Menanam embrio di media yang sudah disiapkan.
3.3.2        Pembuatan Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Ø Cara membuat stok larutan dengan volume 1 liter,contoh :
1.Membuat stok KNO3 525 mg/lt sebanyak 1 lt dengan mengambil 20 ml.Cara menimbang KNO3 sebagai berikut :
N1.V1 = N2.V2
N1.20  = 525.1000
N1       = 26.250 mg
Jadi menimbang KNO3 sejumlah 26.250 mg (26,25 g) kemudia melarutkan dalam 1000 ml aquades dan menyimpan dalam suhu dingin,

Ø Cara membuat media padat Vacin dan Went (VW) kultur jaringan sebanyak 1 liter yaitu sebagai berikut :
1.Menyiapkan  semua larutan bakuVW.
2.Mengambil larutan baku sesuai ketentuan dan menuang ke dalam baker glass 1 liter yang sudah terisi aquades 300 ml.
3.Menimbang gula 20 g,8 g bahan pemadat (agar) dan memasukkan arang aktif 1 dalam beaker glass,mengaduk camppuran di atas stirrer dan mengukur derajat keasaman dengan pH meter (5,8),menggunakan NaOH 1N atau HCl 1N  untuk mengaturnya.
4.Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml.
5.Mendidihkan di atas api sampai agar melarut.
6.Menuangkan media selagi cair ke dalam botol-botol dengan ukuran ketebalan 1 cm.
7.Menutup semua botol dengan aluminium foil,dan menandai menurut jenis medianya.
8.Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30 menit,temperature 121°C dengan tekanan 17,5 psi.
9.Menyimpan media setelah autoclave mati sambil menguji kesterilannya selama 3 × 24 jam.
10.Menanami media yang masih steril (siap digunakan).      
3.3.3    Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
            Melakukan penanaman dengan berbagai macam bahan/organ tanam yang berbeda,antara lain :anggrek,embrio jagung,umbi bawang merah.  
Ø Organ Tanaman Embrio Jagung
1.Menyiapkan biji jagung muda.
2.Menggojog biji jagung dalam larutan Dithane 45 2g/l selama 30 menit kemudian membilas dengan air steril di dalam laminar.
3.Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam laruta Clorox 20% dan menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit kemudiam membilas dengan air steril 3 kali,Mengulangi lagi tanpa menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul.
4.Mngambil embrio jagung dari dalam bijinya,dan memasukkan dalam air steril.
5.Menanam embrio di media yang sudah disiapkan.
Ø Organ Tanaman Umbii Bawang Merah
1.Menyiapkan umbi bawang merah.
2.Mengupas kulit luarnya.
3.Menggoojog dengan larutan Clorox 20% dan menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit kemudian membilas dngan air steril 3 kali,,mengulangi tanpa menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul.
4.Memperkecil ukuran umbi bawang merah dengan membuang seludang kulit luarnya.
5.Memotong umbi bawang merah secara transfersal.
6.Menanam pada media yang sudah disediakan.
Ø Organ Tanaman Anggerk
1.Menyiapkan media VW kosong dan kultur anggrek dalam laminar.
2.Memindahkan tanaman anggrek yang sudah berjejal ke media baru (sub kultur).
3.Menyimpan kembali ke rak inkubasi.


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel Pengamatan Eksplan
No
Tanggal
Eksplan
Media
UL
Pertumbuhan
Kontam
Tak kontam
Ket
∑ Akar
∑ Tunas
1
10-2-12
Jagung
IBA


1
1
3
V
-
Jamur
2
3
3
V
-
Jamur
BAP


1
3
3
V
-
Jamur
2
3
3
V
-
Jamur
IBA + BAP
1
2
3
-
V

2
2
3
-
V

2
10-4-12
Bawang Merah
IBA


1
1
1
V
-
Jamur
2
-
1
V
-
Jamur
BAP

1
-
1
-
V

2
1
2
V
-
Jamur
IBA + BAP
1
-
-
V
-
Jamur
2
-
2
V
-
Jamur
3
10-4-12
Antherium
IBA


1
1
1
-
V

2
1
1
-
V

BAP


1
-
1
-
V

2
-
1
-
V

IBA + BAP
1
-
1
-
V

2
-
1
-
V
Jamur

Tabel Pengamatan Eksplan
No
Tanggal
Eksplan
Media
UL
Pertumbuhan
Kontam
Tak kontam
Ket
∑ Akar
∑ Tunas
1
6-4-12
Jagung
IBA


1
-
2

V

2
-
3

V

BAP


1
-
2

V

2
-
1

V

IBA + BAP
1
-
3

V

2
-
2

V

2
6-4-12
Bawang Merah
IBA


1
1
1

V

2
1
1

V

BAP

1
-
1

V

2
1
-

V

IBA + BAP
1
-
2

V

2
1
2

V

3
6-4-12
Antherium
IBA


1
1
1

V

2
1
1

V

BAP


1
-
1

V

2
-
1

V

IBA + BAP
1
1
1

V

2
-
1

V


4.2 Pembahasan
4.2.1 Teknik Aseptik dalam Pembiakan Kultur Jaringan
          Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.Dimana sterilisasi tersebut dibagi menjadi 3 macam,yaitu :
a.    Sterilisasi lingkungan kerja
          Yaitu sterilisasi yang dilakukan dalam penanaman eksplan agar mendapat tempat atau ruang yang steril dan bebas dari mikroorganisme.Tempat untuk menanam dan memindahkan eksplan yaitu disebut Laminar Air Flow.Dengan dihembuskannya aliran udara halus  dari blower melalui suatu filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) dengan pori-pori kurang dari 0,3 µm.Fungsi aliran udara ini yaitu dapat mencegah kontaminan yang air borne selama penanaman.Sebelum bekerja,bagian dalam laminar disterilkan dengan alcohol 70% dan diratakan dengan tissue,kemudian dilanjutkan dengan menyalakan lampu UV selama 0,5-1 jam untuk mematikan kontaminan di permukaan tempat kerja.
b.Sterilisasi alat dan media
            Alat-alat seperti botol ,Erlenmeyer ,beaker glass ,petridish ,pinset , scalpel ,gunting ,jarum ose ,dll sebaiknya sebelum disterilisasi peralatan dicuci denga detergen kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan.Kemudian dibungkus dengan kertas merang.Temperatur yang digunakan untuk sterilasasi alat-alat dengan autoclave 121°C pada tekanan 17,5 psi selama 20-30 menit.
c.Sterlisasi bahan tanam
            Bahan tanam yang ada dilapangan banyak mengandung debu ,kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaan.Apabila kontaminan ini tidak dihilangkan maka media yang mengandung gula ,vitamin, dan mineral merupakan sumber energy bagi kontaminan yang ada.Prinsip sterilasasi eksplan adalah dapat mematikan kontminan tanpa membunuh eksplan ,karena baik kontaminan maupun eksplan merupakan benda hidup.Berhasilnya teknik sterilsasi merupakan langkah awal keberhasilan dalam kerja kultur in vitro.
       Laminer Air Flow merupakan alat yang letaknya diruang penabur, yaitu fungsinya agar  ruang tersebut selalu dalam keadaan steril. Alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.Bagian-bagian dari Laminer Air yaitu HEPA ,Pre filter ,Blower ,Fluorescent light ,Optimal UV light atau dapat dilihat pada ilustrasi gambar dibawah ini.
            Adapun prosedur-prosedur dari penggunaan laminar Air Flow yaitu sebagai berikut :
1. Nyalakan lampu UV, minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow digunakan. Hindarkan sinarnya dari badandan mata.
2. Siapkan semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang dimasukkan ke dlam laminar air flow cabinet, disemprot terlebih dahulu dengan alcohol 70% atau spiritus.
3. Meja dan dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau dengan spiritus untuk mensterilkan LAF.
4. Blower pada LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
5. Nyalakan lampu dalam LAF.
6. LAF sudah siap untuk digunakan. 
            Autoklaf adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC. Lama waktu untuk mensterilakan alat kurang lebih 15-20 menit, sedangkan lama waktu untuk mensterilkan bahan kurang lebih 10-15 menit.Komponen-komponen autoklaf :
Tombol pengatur waktu mundur (timer)
Ø Katup pengeluaran uap
Ø Pengukur tekanan
Ø Klep pengaman
Ø Termometer
Ø Lempeng sumber panas

            Prinsip kerja alat ini sama dengan prinsip kerja kukusan (alat sederhana untuk menanak nasi) hanya saja memiliki tekanan sehingga menghasilkan panas yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan untuk lebih menyempurnakan proses sterilisasi. Tahap sterilisasi sebenarnya cukup singkat yaitu dengan suhu 121 derajat celsius selama 15 menit. Namun waktu keseluruhan mulai dari pemanasan awal (kenaikan suhu) sampai pendinginan (penurunan suhu) bisa mencapai kurang lebih 2 jam-an. Yang perlu diperhatikan selama mengoperasikan alat ini adalah: tulis siapa pengguna (nama, waktu dan lab.) sebelum start, selalu memakai sarung tangan tahan panas, isilah air sesuai ukuran yang ditentukan sebelum start, jangan membuka autoclave sebelum suhu dingin (dibawah 60 derajat celcius).
            Etilen oksida merupakan zat kimia yang paling umum digunakan untuk sterilisasi. Namun, zat kimia tersebut kebanyakan digunakan dalam industri dan tidak untuk pekerjaan sehari-sehari di laboratium karna sifatnya yang berbahaya sehingga memerlukan penanganan yang rumit dan ketat. Perlakuan desinfeksi pada meja kerja seriang kali sebelum mulai bekerja dan sesudah selesai bekerja termasuk sterilisasi dengan perlakuan kimia. Zat kimia yang digunakan umumnya alcohol 70% karena fungsinya dalam menyeterilkan bahan tanam lebih aman.Penambahan bahan-bahan kimia lain yaitu Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila disterilkan pada suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi dengan menggunakan gas. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain :
1) Alkohol, daya kerjanya adalah mengkoagulasi protein. Cairan alkohol yang umum digunakan berkonsentrasi 70-80 % karena konsentrasi yang lebih tinggi atau lebih rendah kurang efektif.
2) Khlor, Gas khlor dengan air akan menghasilkan ion hipokloride yang akan mengkoagulasikan protein sehingga membran sel rusak dan terjadi inaktivasi enzim.
3) Yodium, daya kerjanya adalah bereaksi dengan tyrosin, suatu asam amino dalam emzim atau protein mikroorganisme. Antiseptik berbasis iodium tidak tepat bila digunakan pada sterilisasi alat medis atau gigi, karena dapat meninggalkan noda.
4) Formaldehida 8 % merupakan konsentrasi yang cukup ampuh untuk mematikan sebagian besar mikroorganisme. Daya kerjanya adalah berkaitan dengan amino dalam protein mikrobia. Bahan ini bekerja secara lambat dan memerlukan tingkat kelembaban relative sekitar 70%. Formaldehide biasa dijual dalam bentuk polimer padat paraformaldehide dalam bentuk flakes atau tablet atau dalam bentuk formalin.
5) Glutaraldehide, bahan ini bersifat non korosif dan bekerja lebih cepat daripada formaldehid, hanya diperlukan beberapa jam untuk membunuh bakteri. Bahan ini aktif melawan bakteri vegetatif, spora, jamur, virus yang mengandung lipid maupun yang tidak.
6) Gas etilen oksida, gas ini digunakan terutama untuk mensterilkan bahan yang dibuat dari plastik.
7) Natrium diklorososianurat, bahan ini berbentuk bubuk, berisi 60% klor. Diterapkan pada tumpahan darah atau cairan yang bersifat memiliki bahaya biologi lain selama 10 menit baru kemudian dilanjutkan dengan pembersihan yang lebih lanjut.
8) Kloramina, bahan ini berbentuk serbuk berisi 25% klor, dan hamper tidak berbau. Bahan ini dapat digunakan untuk membasmi kuman air pada minuman. Ketika digunakan pada konsentrasi akhir dengan hanya mengandung 1-2 mg/L klor.
9) Klor dioksida, bahan ini adalah sebuah germisida kuat dan bekerja secara cepat. Bahan aktif ini didapat dengan cara mereaksikan asam klorida dengan natrium hipoklorit.
10) Senyawa fenolik, senyawa ini aktif melawan bakteri vegetatif dan virus lipid, namun tidak aktif dalam melawan spora. Senyawa ini biasanya berupa Triklosan dan Klorosilenol yang biasa digunakan sebagai antiseptik.
11) Senyawa Amonium Kuartener, banyak digunakan sebagai campuran dan juga dikombinasikan dengan germisida lain, seperti alkohol.
12) Hidrogen peroksida dan peracis, merupakan oksidan kuat dan germisida efektif yang berspektrum luas. Bahan ini dinilai lebih aman bagi manusia dan lingkunagn daripada klor.
            Kontaminasi dalam kultur jaringan sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan kultur jaringan.Adanya sterilasasi merupakan langkah-langkah dalam mencegah adanya kontaminasi.Adapun macam-macam dari kontaminasi yaitu sebagai berikut :
1. Tipe – tipe kontaminasi
             Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
2. Kontaminasi permukaan
             Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan tanaman, antar sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia (lihat minggu 11 untuk informasi detail). Keterbatasan utama adalah untuk memberikan perlakuan yang cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi tanpa merusak jaringan tanaman. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen, agitasi (digoyang –goyang), atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung - gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
3. Sumber kontaminan
             Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur. Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu pada laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
4. Kontaminasi endogenus
            Organisme yang hidup pada jaringantanaman lebih susah ditangani. Hal ini mungkin dapat dikontrol dengan pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang diberikan pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga diberikan di kultur itu sendiri.
5. Eksudat
             Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dair eksplan, bukan dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
6. Kondisi Eksplan
   Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan pada kultur in vitro yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
      7. Eliminasi virus
            Virus biasanya terdapat pada sel - sel jaringan tanaman dan ditransfer ke sel batu pada saat pembelahan sel, karenanya virus ditransfer ke tanaman anak (progeny) pada saat pembiakan vegetatif. Virus mungkin tidak menunjukkan gejala apapun pada saat tanaman dikulturkan, tapi akan tampak nantinya setelah tanaman di transfer ke lapang. Cara utama untuk mengeliminasi virus adalah dengan menggunakan terapi panas. Pada kondisi pertumbuhan normal, suatu virus akan ditransfer ke jaringan baru pada saat tunas baru tumbuh. Jika tanaman dapat ditumbuhkan pada suhu tinggi, adalah memungkinkan untuk memperlambat kecepatan replikasi virus sehingga ujung tunas dapat tumbuh lebih dulu sebelum terkontaminasi. Ujung tunas dapat kemudian dapat dipindahkan dan tumbuh bebas virus. Biasanya perlu untuk menguji pertumbuhan selanjutnya untuk memastikan tanaman bebas virus. Perlakuan panas dapat diaplikasikan pada tanaman normal, namun suhu yang diperlukan (misalnya 39oC selama 7 hari) seringkali mematikan bagi tanaman. Tunas in vitro mungkin lebih dapat bertahan terhadap perlakuan ini.
8. Media awal
            Biasanya dignakan media dasar dengan sukrosa tanpa penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari pemborosan media dimana sebagian kultur biasanya akan terkena kontaminasi ataumati akibat perlakuan awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan terjadi pada 2 minggu pertama.Pada beberapa contoh, pestisida mungkin dimasukkan pada media awal atau sukrosa mungkin dihilangkan agar eksplan dapat tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman yang baru tumbuh ini lalu dapat dipindah dengan hati - hati dengan cara mensubkultur. Perhatian juga mesti diberikan pada ruang persiapan kultur, untuk menghindari kontaminasi.
9. Kondisi kultur
     Tipe substrat hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semi-padat) dengan menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak rumput laut). Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gelrite memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media. Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel-sel atau kumpulan kalus.Eksplan mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan menggunakan jembatan yang dibuat dari kertas saring atau Sorba rods. Tipe substrat dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi, misalnya morfologi akar.
10. pH media
     pH media biasanya diatur 5,5 pada saat persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan hara. pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang selalu diabaikan adalah perubahan pH pada media akibat proses pemanasan dengan autoklaf.
            Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan kontaminasi. satu saja dari faktor tersebut menyebabkan kontaminasi maka akan gagal seluruh proses pembuatan kultur jaringan. Dimulai dari persiapan ruangan, pesiapan alat dan bahan, persiapan bahan eksplan sampai dengan pelaksanaan, inkubasi sampai aklimatisasi semuanya sangat berpotensi mengalami kontaminasi.Adapun factor – factor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Media Kultur
a. Komposisi Media
   Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman.
b. Komposisi hormon pertumbuhan.
   Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan.
c. Keadaan fisik media.
   Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
2. Lingkungan tumbu
a. Suhu.
   Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
b.  Cahaya.
   Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.

4.2.2 Pembuatan Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan
            Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1988).
Ø Unsur Nitrogen (N)
Kegunaan unsur Nitrogen bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman, sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain.
Ø Unsur Fospor (P)
Dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk karbohidrat. Maka, unsur P ini dibutuhkan secara besar-besaran pada waktu pertumbuhan benih.
Ø Unsur Kalium (K)
Memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini dapat digunakan untuk memperkuat serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
Ø Unsur Sulpur (S)
Unsur ini digunakan untuk proses pembentukan anakan sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin.
Ø Unsur Kalsium (Ca)
Digunakan untuk merangsang pembentukkan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang pembentukkan biji.
Ø Unsur Magnesium (Mg)
Digunakan tanaman sebagai bahan mentah untuk ppembentukkan sejumlah protein.
Ø Unsur Besi (Fe)
Unsur ini digunakan sebagai penyangga (chelati agint) yang sangat penting untuk menyagga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.
Ø Unsur Sukrosa
Unsur ini sering ditambahkan pada medium kultur jaringan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus.
Ø Unsur Glukosa atau Fruktosa
Unsur ini dapat digunakan sebagai unsur pengganti sukrosa karena dapat merangsang beberapa jaringan.
Ø Unsur Mio-inositol
Penambahan unsur ini pada medium bertujuan untuk membantu diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan.
Ø Unsur Vitamin
Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam mediumklutur jaringan antara lain adalah Thiamin. Thiamin adalah vitamin esensial yang digunakan untuk medium kultur jaringan.
Ø Unsur Asam Amino
Unsur ini diunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan diferensiasi sel. Kebutuhan unsur asam amino oleh tanaman berbeda.
Ø Unsur Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdir dari lima kelompok yaitu, Auksin, Sitokinin, Giberelin, Etilen dan Inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak akan tumbuh sama sekali.
Macam-macam media yang digunakan ada 2 yaitu media padat dan cair, media padat dapat digambarkan seperti padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar.Sedangkan media cair biasanya menggunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan.
Media WPM (Woody Plant Medium) adalah media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media ini  khusus disarankan pada tanaman berkayu, sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM.
 Eksplan adalah bagian dari tumbuhan berupa sel, jaringan atau organ yang bisa digunakan untuk ditumbuhkan secara in vitro.Didalam mengembangkan suatu eksplan dari tanaman tersebut, eksplan harus berada dalam keadaan steril danterkontrol, terutama nutriennya.
Dari pengamatan yang telah dilaksanakan didapat hasil bahwa tanaman jagung memiliki jumlah akar dan tunas yang relatif banyak.Hal seperti ini dapat disebabkan sesuainya tanaman jagung tersebut terhadap media yang digunakan sebagai perlakuan pada praktikum ini.Namun pada percobaan praktikum ini didapat adanya kontaminasi oleh lingkungan luar sehingga menyebabkan adanya jamur sebagai indikasi media tersebut terkontaminasi baik dari media IBA,BAP,dan IBA + BAP. Hal ini bisa terjadi karena lingkungan kerja, alat dan bahan media dalam keadaan steril, sehingga  media kultur tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme dan makhluk hidup kecil lainnya.
Media dasar yang digunakan untuk pertumbuhan pucuk dan batang bawah pir yaitu media dasar MS yang ditambahkan 2 ppm BAP+0,4 ppm NAA. Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan.Adapun kandungan-kandungan dari media MS dalam mg/l adalah sebagai berikut :
1.      NH4NO3-
2.      KNO3-
3.      CaCl22H2O
4.      MgSO4-7H2O dan KH2PO4-
5.    FeSO4-7H2O dan Na2EDTA.

4.2.3 Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Sifat Totipotensi merupakan potensi pada setiap sel penyusun jaringan dewasa untuk mengadakan pembelahan dan membentuk individu baru. Totipotensi dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri dalam keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan. Sel punca, termasuk Zigot memiliki kemampuan ini, Pada tumbuhan meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini. Sel Punca atau Sel Induk merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi menjadi jenis sel lain. Kemampuan tersebut memungkinkan sel induk menjadi system perbaikan tubuh dengan menyediakan sel sel terbaru selama organisme bersangkutan hidup. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G. Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel. Pada tahun 1954, kultur jaringan dipopulerkan oleh Muer, Hildebrandt, dan Riker.
Dari data hasil kegiatan praktikum kultur jaringan didapat hasil bahwa ketiga eksplan yang digunakan dalam kultur jaringan jumlah akarnya banyak yang tidak tumbuh dikarenakan konsentrasi dari media yang kurang mencukupi dan jumlah tunas relative banyak. Pembentukan tunas tidak hanya membutuhkan BAP dengan kosentrasi yang tinggi, dalam hal ini ada campur tanga dari hormon auksin endogen dalam jaringan tanaman itu sendiri dan bila tunas muda muncul dan dapat memproduksi auksin secara aktif maka auksin eksogen tidak diperlukan untuk memcau pertumbuhan pucuk. Pada hasil pengamatan terdapat banyak tunas aksilar dan daun pada tanaman tersebut tetap berwarna hijau yang juga dipengaruhi oleh BAP karena salah satu fungsinya yaitu untuk menghindari senesscene dini sehingga klorofil tidak rusak.Dari data tersebut juga didapat hasil bahwa tidak ada kontaminasi oleh lingkungan luar seperti jamur.
            Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting:  sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan  pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin (menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
            Keberhasilan dalam pertumbuhan tanaman kultur ini tidak luput dari dukungan kandungan yang terdapat dalam media. Sehingga jika salah satu kandungan pada media tidak ada tanaman tersebut tidak akan tumbuh dengan baik atau bahkan tanaman tersebut akan mati.Sebagai contoh yaitu tidak adanya auksin pada media IBA maka akan menyebabakan tidak terbentuknya sel dan akar sehingga eksplan tersebut sangat besar kemungkinannya untuk dapat melanjutkan proses pertumbuhannya tanpa akar yang berperan penting menyerap air untuk ketersediaan pada eksplan tersebut.




           




BAB 5. PENUTUP
5.1    Kesimpulan
1.      Dalam kegiatan teknik kultur jaringan terdapat kesterilan dari lingkungan, alat-alat, media dan bahan tanam.
2.      Kontaminasi harus dicegah demi tercapainya keberhasilan pada kultur jaringan.
3.      Pemilihan media pada teknik kultur jaringan menentukan keberhasilan dari teknik kultur jaringan.
4.      Hormon-hormon yang berperan penting seperti auksin, sitokonin dan giberalin dapat merangsang pertumbuhan pada tanaman, baik pada akar maupun tunas.

5.2  Saran
          Dalam melaksanakan kegiatan praktikum ini hendaknya praktikan memperhatikan kesterilan dari alat,media,dan bahan tanam.Serta melaksanakan kegiatan praktikum ini dengan baik dan benar agar hasil yang didapat sesuai dengan tujuan praktikum kali ini.




           


         

          

           
           

DAFTAR PUSTAKA
Andini,Linda.2001.Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:                              Agromedia Pustaka
Avivi,Sholeh dan Ikrarwati. Mikroprogasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee)                         Melalui Teknik Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian Vol.11 (2)
Chatimatun Nisa dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah                      Pisang(Musa paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA                 dan Kinetin. Biosacientiaae Vol.2 (2)
Hadipoentyanti, Endang dan Syahid, Sitti Fatimah.2007. Respon Temulawak                        (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi             Kedua Terhadap Pemupukan. Jurnal Littri Vol.13 (3)
Harianto,Wijaya.2009.Pengenalan teknik in vitro.Jakarta:Bumi Aksara
Hutami,Sri dan Purnamaningsih,Ragapadmi.2003.Perbanyakan Klonal Temu                          Mangga (Curcuma mangga) melalui Kultur In Vitro. Buletin Plasma                      Nutfah Vol.9 No.1
Indrianto,Yuni.2002.Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta:                            Gramedia
Pramono,Hari.2007. Teknik Kultur Jaringan.Jakarta:Kanisius
Samudin,Sakka.2009.Pengaruh Kombinasi Auksin-Sitokinin Terhadap                                    Pertumbuhan Buah Naga. Media Litbang Sulteng Vol.2 (1)
Sukmadjaja, Deden.2005.Embriogenesis somatik langsung pada tanaman                                cendana. Jurnal Bioteknologi Pertanaian Vol.10 (1)
Widianti,Dewi.2003.Pertanian Modern.Jakarta:Erlangga